Cerita-cerita Disney telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer kita sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, di tengah keindahan dan pesona dunia dongeng yang diciptakan oleh Disney, muncul pertanyaan kritis mengenai bagaimana representasi gender dalam cerita-cerita ini. Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah apakah cerita-cerita Disney memperlihatkan bahwa perempuan harus selalu membutuhkan pria untuk bahagia. Artikel ini akan mengulas argumen-argumen dari kedua belah pihak dan memberikan contoh-contoh cerita serta cuplikan kisah yang relevan.
Untuk memahami representasi perempuan dalam karya-karya Disney secara lebih mendalam, kita harus melihat lebih dari sekadar stereotip dan mempertimbangkan evolusi karakter perempuan dalam cerita-cerita tersebut.

1. Era Klasik: Perempuan Tergantung pada Pangeran
Pada awal kemunculan Disney, seperti pada film “Snow White and the Seven Dwarfs” (1937) dan “Cinderella” (1950), karakter perempuan sering kali digambarkan sebagai sosok yang lemah dan membutuhkan perlindungan dari pangeran atau figur laki-laki yang kuat. Kisah “Snow White” mengisahkan seorang putri yang harus bersembunyi dari ibu tirinya yang jahat dan menemukan perlindungan di rumah tujuh kurcaci sebelum akhirnya diselamatkan oleh pangeran tampan. Sedangkan “Cinderella” menggambarkan seorang putri yang terjebak dalam kesengsaraan hidup dan akhirnya diselamatkan oleh pangeran dari ketidakadilan.
Contoh cuplikan dari “Cinderella”:
Fairy Godmother (peri) muncul dan mengubah balai kentang menjadi kalesel yang mewah. Cinderella berdansa dengan pangeran yang mengenali sepatunya dan mencarinya ke seluruh kerajaan. Akhirnya, dia menemukan Cinderella dan menyatakan bahwa dia adalah cinta sejatinya.
2. Era Renaissance: Perempuan Mulai Mandiri dan Berdaya
Pada tahun 1989, era Renaissance Disney dimulai dengan film “The Little Mermaid.” Di era ini, Disney mulai menghadirkan karakter perempuan yang lebih mandiri dan berdaya. Ariel, si putri duyung yang penuh semangat, menginginkan petualangan dan impian untuk hidup di daratan. Dia tidak hanya mengejar cinta, tetapi juga memiliki ambisi dan tekad untuk mengubah nasibnya sendiri.
Contoh cuplikan dari “The Little Mermaid”:
Ariel bernyanyi tentang impian-impiannya untuk hidup di daratan dan memiliki kaki agar bisa berjalan di atas pasir. Dia mengambil risiko besar dengan menjual suara lantaran ingin menjadi manusia dan menjalani kehidupan yang diimpikannya.
Selain itu, era Renaissance juga memberikan peran yang lebih kuat kepada karakter perempuan dalam film-film seperti “Beauty and the Beast” (1991) dan “Mulan” (1998). Belle, si pintar dan berani dari “Beauty and the Beast,” menunjukkan bahwa perempuan dapat melampaui batasan gender dengan mencari pengetahuan dan menghargai keunikan seseorang tanpa melihat penampilan fisik. Sementara itu, Mulan, karakter paling revolusioner pada masanya, membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi pahlawan dan mempertaruhkan nyawanya demi cinta untuk keluarga dan negara.
Contoh cuplikan dari “Mulan”:
Mulan menyanyikan lagu “Reflection,” di mana dia merenungkan siapa dirinya sebenarnya dan menentukan untuk menunjukkan kemampuannya di medan perang sebagai seorang wanita.

3. Era Modern: Perempuan sebagai Pahlawan Tunggal
Pada era modern Disney, perempuan semakin dihadirkan sebagai pahlawan tunggal dalam cerita-cerita mereka. Film “Frozen” (2013) adalah contoh yang menonjol dalam hal ini. Cerita ini menggambarkan kisah persaudaraan antara dua putri, Elsa dan Anna, dengan Elsa sebagai pahlawan yang memiliki kekuatan es yang luar biasa. Alih-alih mengejar pangeran, fokus cerita berada pada hubungan keluarga dan bagaimana perempuan dapat mengambil tanggung jawab yang besar dalam menyelamatkan kerajaan mereka.
Contoh cuplikan dari “Frozen”:
Elsa menyanyikan lagu “Let It Go,” di mana dia melepaskan beban yang dia rasakan untuk menyembunyikan kekuatannya dan menjadi diri yang sesungguhnya.
Selain itu, film “Moana” (2016) juga menunjukkan seorang putri yang mandiri dan berani dalam mencari jati diri dan tujuannya. Moana menolak ekspektasi sosial yang ditetapkan pada wanita dan menjadi pemimpin yang berani dalam menjelajahi lautan dan menyelamatkan tanahnya.
Contoh cuplikan dari “Moana”:
Moana menyanyikan lagu “How Far I’ll Go,” di mana dia menyatakan keinginannya untuk berlayar jauh ke laut dan mengejar takdirnya.
Pandangan Kritis Terhadap Representasi Gender dalam Cerita Disney
Sejumlah kritikus berpendapat bahwa cerita-cerita Disney memiliki kecenderungan untuk merayakan naratif yang menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang lemah, tergantung pada kehadiran pria untuk mencapai kebahagiaan. Salah satu contoh yang sering dibicarakan adalah kisah Putri Disney yang umumnya menghadirkan tokoh perempuan dalam situasi yang membutuhkan penyelamatan atau perlindungan oleh pria yang menjadi pangeran atau ksatria.
Contoh konkret dari pandangan ini dapat ditemukan dalam film “Snow White and the Seven Dwarfs,” di mana Putri Salju (Snow White) dianggap sebagai pribadi yang rapuh dan hanya bisa diselamatkan oleh ciuman dari Pangeran. Cuplikan kisah ini menggambarkan momen di mana Pangeran membebaskan Putri Salju dari kutukan tidurnya:
“Sebagai bukti cintanya, Pangeran itu mencium Putri Salju dengan lembut. Dalam sekejap, Putri Salju terbangun dari tidurnya dan senyum bahagia terukir di wajahnya.”
Diverifikasi oleh Pribadi
Terkadang, naratif-naratif semacam ini dapat memberikan kesan bahwa perempuan hanya bisa bahagia atau berhasil jika memiliki pasangan pria di sisinya. Namun, penting untuk melihat kisah-kisah lain dalam kerangka yang lebih luas.
Perubahan dalam Representasi Karakter Perempuan
Meskipun banyak kritik yang diarahkan pada cerita-cerita klasik, Disney telah menunjukkan usaha untuk merombak dan memperbarui representasi karakter perempuan dalam karya-karyanya. Contoh yang menonjol adalah film “Frozen,” yang menghadirkan dua tokoh perempuan utama, Elsa dan Anna, yang memiliki hubungan yang kuat dan saling mendukung. Kisah persahabatan dan cinta keluarga menjadi fokus utama dalam film ini, tanpa penekanan berlebihan pada kebutuhan akan kehadiran pria.
Cuplikan kisah ini menunjukkan momen ketika Anna, dengan tekadnya, memutuskan untuk menyelamatkan Elsa tanpa mengandalkan bantuan pria:
“Dengan langkah mantap, Anna memasuki istana es untuk menyelamatkan kakaknya. Dia tidak takut dan siap menghadapi segala rintangan demi cinta dan keselamatan Elsa.”
Pelajaran tentang Mandiri dan Penolakan Stereotip
Selain itu, beberapa cerita Disney telah mengajarkan pelajaran penting tentang keberanian, kemandirian, dan penolakan terhadap stereotip gender yang usang. Film “Mulan,” misalnya, menggambarkan tokoh perempuan yang mengambil peran pria untuk melindungi keluarganya dan negaranya. Cuplikan kisah berikut memperlihatkan momen penting ketika Mulan menunjukkan kemampuannya di medan perang:
“Dengan keberanian dan keahliannya, Mulan berhasil membuktikan bahwa perempuan juga dapat menjadi pejuang yang tangguh. Tindakannya yang luar biasa membuktikan bahwa tidak ada batasan bagi perempuan untuk mencapai prestasi besar.”
Dunia Disney dalam Perubahan
Seiring dengan evolusi sosial dan pandangan masyarakat terhadap gender, Disney telah berusaha untuk menghadirkan cerita-cerita yang lebih inklusif dan mencerahkan pandangan kita terhadap peran gender. Film “Moana” adalah contoh lain yang menghadirkan seorang tokoh perempuan tangguh yang berusaha untuk menyelamatkan pulau dan bangsanya tanpa mengandalkan bantuan pria. Kisah ini mengajarkan nilai-nilai tentang pengabdian, petualangan, dan tekad untuk meraih impian.
Kesimpulan
Dalam kesimpulannya, sementara terdapat kritik terhadap representasi gender dalam cerita-cerita Disney yang menggambarkan perempuan membutuhkan pria untuk bahagia, perlu diingat bahwa evolusi dalam cerita-cerita Disney juga telah mencerminkan perubahan dalam pandangan sosial tentang peran gender. Terdapat kisah-kisah yang memperlihatkan perempuan sebagai sosok mandiri, kuat, dan berdaya, yang mampu mencapai tujuan-tujuan mereka tanpa bergantung pada kehadiran pria.
Penting bagi kita untuk melihat cerita-cerita Disney secara holistik, mengenali kisah-kisah yang mungkin memperpetuasi stereotip serta yang memiliki pesan-pesan positif tentang keberanian, persahabatan, dan kemandirian. Melalui refleksi ini, kita dapat menghargai keindahan dongeng-dongeng Disney sambil mempertimbangkan pengaruh dan dampaknya terhadap persepsi gender dalam budaya populer kita.