Bagaimana Cara Membuat Novel Saat Susah Nyambung Cerita?

Menulis novel atau biografi itu susah? Ya, banyak penulis pening karena dituntut untuk memasukkan banyak fragmen atau penggalan kisah ke dalam satu naskah. Gimana nyambungnya? Itu pertanyaan mendasar.

Hartini Memoar seorang perempuan dengan HIV
buku memoar ODHA kerjasama penerbit buku kompas dan Andy F. Noya

Ini saya alami sendiri. Saat memberikan jasa menuliskan buku biografi, saya selalu memperoleh potongan-potongan cerita yang sangat banyak. Semakin digali semakin banyak hal yang masuk ke dalam voice recorder saya.

Entah itu masa-masa kanak-kanak si narasumber, kejadian mengharukan dan kadang tragis, masa penuh kebahagiaan, dan lain sebagainya. Belum lagi kalau si narasumber itu–misalnya menikah tak hanya sekali–wow! Kisah makin menumpuk. Asal tahu saja, saat saya menulis memoar Hartini seorang ODHA, dia sudah menikah lima kali dengan lima pria yang unik-unik.

Macam mana Anda sebagai seorang penulis buku biografi mengambil siasat untuk merangkai potongan-potongan kisah yang sangat banyak itu?

Kasus yang sama pastilah Anda alami saat membuat satu novel. Lebih-lebih bila tokohnya lima bahkan lebih. Ada banyak cerita dan fragmen yang saling beranak-pinak, lika-likunya makin seru tapi Anda juga makin bingung: bagaimana merangkai cerita yang mirip puzzle itu?

Abaikan kalau Anda sudah senior dan paham caranya.

Tip untuk Anda yang pening, coba Anda list dulu berapa banyak fragmen atau potongan kejadian/adegan yang mau dimasukkan. Apakah 10, 25, atau 50-an?

Anggaplah potongan-potongan cerita itu sebagai pulau-pulau kosong. Berpikirlah simpel, yaitu bangun dulu pulaunya. Mulai dari pulau besar atau fragmen penting. Ambil waktu seminggu dua minggu untuk membangun setiap pulau.

Dalam biografi, pulau itu dapat berupa masa kelahiran, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pacaran, awal pernikahan, masa perceraian, masa kawin lagi, masa mulai merintis sukses, masa momong cucu, dst.

Lho, jadinya malah seperti cerpen-cerpen yang sangat banyak dong? IYA. Bagaimana menyusunnya nanti? Hush, tutup mata (dulu) terhadap jembatan!

Ingat, Anda fokus dulu pada pulaunya. Selesaikan kisah-kisah di dalam buku biografi atau novel itu seapik mungkin.Pilah mana kisah utama dan mana kisah yang sampiran. Mana yang membuat si tokoh utama berubah dan bergerak hidupnya dan mana yang lebih banyak melibatkan tokoh pendamping. Semuanya Anda tulis dan lengkapi layaknya Anda membuat sebuah cerita pendek.

Sudah …? Setelah pulau terbangun, barulah pikirkan jembatannya atau tol lautnya.

Anda dapat menggabung dua pulau dengan sistem alur maju atau alur flashback, si tokoh menerawang ke masa lalu, atau tambahkan adegan si tokoh membuka album foto lama mengingat mantan suaminya atau memandangi oven kuno untuk membawa kisah ke masa awal merintis usaha bakery, dst.

Inti dari tip ini adalah: JANGAN BERHENTI MEMBANGUN CERITA MESKIPUN JEMBATAN BELUM ANDA DESAIN!

Bagaimana saya menerapkan prinsip ini dalam menuntaskan naskah buku biografi? Tentu saja sangat aplikatif.

Seperti standar prosedur yang saya pakai saat memberikan jasa penulisan buku biografi, maka, langkah-langkahnya adalah:

Langkah satu: saya adakan pertemuan dengan narasumber utama, yakni si tokoh cerita. Ini momentum terbaik bagi saya selaku penulis biografi untuk mendengarkan kilasan kisah beliau secara utuh. Saya sediakan waktu sekitar 2 jam untuk merekam kisah itu. Saya tidak banyak bertanya, saya membiarkan klien bercerita A sampai Z.

Langkah dua: saya akan memutar ulang rekaman wawancara dengan tokoh biografi tersebut. Saya mulai mereka-reka alur cerita. Mencari sebab dan akibat dari setiap penggalan kisah hidup dia. Mencari tokoh-tokoh penting yang membentuk kisah hidup beliau.

Langkah ketiga: saya aplikasikan jurus di atas. Saya buat tabel dan mulai menuliskan setiap fragmen hidup si tokoh biografi secara runtut dan detail. Untuk membuat tulisan 160 halaman, saya berusaha menemukan 80-100 fragmen kehidupan beliau. Dengan asumsi, satu fragmen cukup memerlukan 2 halaman cerita saja.

Langkah keempat: mulailah saya “membabi-buta” membuat cerita-cerita pendek sepanjang 2 halaman itu berdasarkan rekaman. Kalau konten kurang, saya akan berburu bahannya dengan melakukan wawancara lagi dan lagi.

Tentu 80-100 penggalan kisah itu akan tambah dan tambah lagi saat saya melakukan wawancara kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Makin dikerjakan makin asyik dan jangan kaget kalau rencana tulisan hanya 160 halaman bisa menjadi 300 halaman bahkan lebih.

So, “dalang tidak akan kehabisan cerita” demikian pula para pemberi jasa penulisan biografi seperti saya dan tim …

Itu tip simpel dari saya, Anang YB www.Ghostwriterindonesia.com.

Artikel ini memberi wawasan baru bagi Anda? Beri saya komentar ya. Biar saya tahu Anda sudah mampir di sini ….

Silakan Berpendapat

Data Anda kami jamin Aman *wajib diisi