Entah berapa banyak pengarang merasa nyaman berlindung di balik nama pena. Mereka tidak mempublikasi karya dengan label nama sesuai KTP. Bagi pembaca, itu bukan masalah berarti. Sedangkan bagi si pengarang, itu kenyamanan besar.
Jangankan pengarang (penulis fiksi) bahkan penulis pun (pembuat naskah nonfiksi) mencari-cari nama baru untuk identitas mereka di dalam kover buku.
Saya pun menggunakan nama ANANG YB sebagai nama pena. Bukan nama asli tentu saja meski teman lama masih mengenalinya karena nama pesa saya itu tetap memuat nama panggilan asli saya.
Berbeda dengan industri rekaman, nama alias atau nama artis itu seolah mutlak. Seringkali nama artis bahkan dibuatkan oleh produser rekaman. Sedangkan di dalam dunia perbukuan, kehendak mengganti atau menyembunyikan nama asli tumbuh dari keinginan si pengarah itu sendiri.
Nama pena tak selalu berbeda jauh dengan nama asli. Terkadang masih mudah ditebak siapa nama dia sebenarnya. Atau si pengarang sekadar menyingkat namanya menjadi akronim. Ada juga pengarang yang benar-benar memakai nama baru.