Saat kamu punya 100-an puisi, terpikir untuk menerbitkan kumpulan puisi secara indie?
Saya pikir, itu ide yang oke. Sebab, produk puisi rada susah untuk diterima oleh penerbit umum.

Akhir Nopember 2018 tiba-tiba saya mendapat kiriman satu buku dengan rona hijau kekuningan.
Tak ada kata “kumpulan puisi” di sampul buku dengan judul Gado-Gado Kehidupan itu. Hanya ada nama Sri Fatmadewi (Merry) tertulis di sisi atas sampul buku.
Senang? Tentu saja.
Merry sahabat baik saya. Kami satu komunitas penulis dan sering saling intip isi medsos masing-masing.
Menerbitkan kumpulan puisi secara self publishing dilakukan Merry dengan alasan untuk berbagi informasi. Juga, untuk mencelikkan mata hati agar kehidupan di masa mendatang lebih baik dari yang sekarang, warisan untuk anak cucu kita.
Begitu idealisme Merry yang eksplisit tertulis di sampul buku kumpulan puisi ini.
Pada bagian lain, Merry juga menulis, di dalam kehidupan sebagai manusia, kita ingin dapat memilih hidup lancar dan sukses selalu.
Namun–lanjut Merry–pada kenyataannya hidup itu terasa manis, asin, dan asam. Bahkan pahit. Kita sebagai manusia berbudi kadang lebih memilih diam walau hati ini kecil berontak.
Apakah buku kumpulan puisi ini wujud pemberontakan Merry?
Tampaknya memang demikian. Diakui oleh Merry, karya puisi ini lahir dari pengamatan dia serta pengalaman pribadi maupun melalui cerita atau pengalaman orang lain yang menambah warna-warni kehidupan.
Wajarlah bila ada nada protes yang tersampaikan dengan kata-kata terpilih menjadi ciri puisi penulis buku kumpulan puisi ini.
“Dalam hal penulisan, puisi ini berisi perasaan, curahan hati, keprihatinan, dan kritik sosial yang menjadi salah satu ciri khas saya,” aku Merry.
Dari idealisme itu, saya patut acungkan jempol saya untuk Merry. Ia tidak sekadar menulis dan menulis saja. Sebab banyak penulis yang berhenti pada tahap itu.
Apa gunanya? Ya buat apa menulis kegelisahan dan protes kalau tidak disampaikan ke publik?
Itu lebih mirip gerundelan di dalam kamar mandi.
Menerbitkan kumpulan puisi secara indie seperti dilakukan oleh Merry tentu butuh kerja keras. Ia menulis sekaligus menyunting. Entah apa dia juga mendesain isi buku dan kovernya sendiri.
Hal yang pasti adalah biaya penerbitan dia tanggung sendiri. Akan terbayar bila bukunya mendapat pembeli yang cukup.
Catatan kecil untuk Merry adalah agar lebih jeli lagi dalam memilih jasa pencetakan buku. Agar kualitas cetakan buku lebih baik lagi. Sebab, buku ini sangat layak untuk disimpan dan dibaca berulang-ulang oleh para pemiliknya.

- Nah, tanpa izin Merry–moga dia nggak protes–saya kutipkan satu puisi dari buku kumpulan puisi berjudul Gado-Gado Kehidupan ini.
- Puisi ini dia tulis tahun 2018 pas ulang tahun saya, hahaha ….
TANPAMU
Patah sayapku
Terkulai layu
Tak berdaya
Mati lemas
Tak bisa hidup tanpamu
Kaulah segalanya
Penyemangat hidupku
Pengobar semangat juangku