MAUT DI DEPAN MATA
Oleh: Merry Srifatmadewi
Kutatap dari jauh ketika peti mati dimasukkan ke liang lahat. Hatiku tak bisa dikatakan betapa rasanya seperti mimpi disambar petir. Kata-kata terkunci di ujung lidah. Air mata semakin mengalir deras. Peti mati jenazah suamiku diturunkan.
Baru sebulan lalu aku bahagia dinikahi dirinya, suami dari teman baikku yang meninggal karena kanker. Tommy adalah cinta pertamaku tapi aku tidak berjodoh dengannya dan memilih menikah dengan Burhan yang lebih mapan kehidupannya saat itu walau sebenarnya hatiku ada pada Tommy.
Aku pulang ke rumah diliputi rasa galau. Tatapan mata sinis dari orang-orang dan keluarga baruku, dua anaknya Tommy dan dua anakku sendiri bahwa aku adalah pembunuh suamiku dalam senyap. Ya, suamiku meninggal setelah tak lama menikah denganku. Kulihat tahi lalat yang ada di bahu kiri, percaya atau tidak akulah pembawa sial bukan virus covid19.
Jakarta, 31 Maret 2020.
#pentigrafcorona
contoh pentigraf korona
KESEMPATAN KEDUA
oleh Celly Kwok
Aku tidak menyukai mertuaku yang terus menanyakan kapan aku hamil. Aku juga tidak cocok dengan adik ipar laki-lakiku. Akhirnya aku mengajak suamiku pindah rumah ke apartemen, melepaskan diri dari semua hal yang menyesakkanku. Apartemen ini sebelumnya kami sewakan kepada orang lain. Saat masa sewanya habis, suamiku setuju untuk pindah ke sana. Minggu-minggu awal tinggal di sini, rasanya aku sangat bahagia. Memasuki minggu ketiga, aku merasa sepi. Sunyi sekali rasanya apartemen ini bila aku pulang kerja. Suamiku mengeluh kalau aku sering menelponnya bila ia sedang lembur di kantor.
Dan aku tak mengira, aku mengalami tahapan yang kucemaskan itu. Batuk, kemudian tenggorokanku sakit, demam kemudian tubuhku rasanya lelah sekali. Aku tak terkejut kala dokter mendiagnosa kondisi sakitku ini sebagai covid19. Aku hanya tak mengira, virus itu akhirnya menulariku. Suami juga orangtuaku tak boleh menjengukku. Aku masuk perawatan intensif dengan biaya pemerintah. Rasa sepi semakin melandaku. Aku juga sulit bernapas.
Di ranjang ini aku teringat mama mertuaku. Beliau rajin ke pasar, memasak aneka hidangan yang menggugah seleraku. Aku teringat Nathan, adik iparku. Sebenarnya ia baik, ia suka mencucikan motorku tanpa aku memintanya. Ah, aku teringat suamiku yang seringkali memilih diam bila aku berselisih paham dengan mama mertua dan adiknya. Suamiku yang baik, ia mencoba berdiri di tengah, tanpa memihak salah satu dari kami. Bila aku bisa bangkit dan lepas dari ranjang ini, aku berjanji akan mengubah sikapku pada semua orang yang kukenal. Terutama Mama mertua dan adik iparku. Aku mau menjalani hidup yang baru. Aku mau menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tuhan, tolong beri aku kesempatan kedua. Sembuhkanlah aku.
-Solo, 29 Maret 2020-