Panduan Menulis Cerita Anak
Mengapa Cerita Anak Dwibahasa Itu Penting?
Bayangkan seorang anak kecil yang tumbuh dengan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, tetapi di sekolah ia belajar dalam bahasa Indonesia. Ia mendengar cerita yang menarik, tetapi hanya dalam satu bahasa. Jika cerita itu juga tersedia dalam bahasa daerahnya, ia akan lebih mudah memahami dan menghubungkan diri dengan kisah tersebut. Itulah kekuatan cerita anak dwibahasa: menjembatani bahasa dan budaya, sekaligus membangun identitas anak.
Jika Anda berencana mengikuti sayembara menulis cerita anak dwibahasa, penting untuk memahami bahwa tidak cukup hanya menerjemahkan cerita dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah. Cerita harus hidup, memiliki konflik khas anak-anak, serta mengangkat elemen lokal yang kuat. Bagaimana cara melakukannya? Simak panduan berikut ini!
1. Memilih Tema yang Dekat dengan Dunia Anak
Langkah pertama dalam menulis cerita anak dwibahasa adalah memilih tema yang relevan dan menarik bagi anak-anak. Beberapa tema yang bisa Anda eksplorasi meliputi:
- Persahabatan dan kerja sama – Misalnya, kisah dua anak yang berbicara bahasa berbeda tetapi harus bekerja sama untuk menyelesaikan tantangan.
- Keberanian menghadapi ketakutan – Seorang anak yang takut pergi ke pasar sendirian tetapi akhirnya berani setelah mendapat dorongan dari kakeknya.
- Pelestarian budaya lokal – Misalnya, seorang anak yang menemukan kembali permainan tradisional yang hampir punah.
- Hubungan keluarga – Konflik sederhana seperti cemburu karena adik lebih diperhatikan bisa dikembangkan menjadi kisah menyentuh.
Pilihlah tema yang dekat dengan keseharian anak, tetapi tetap memiliki nilai moral yang kuat.
2. Mengangkat Konflik yang Relevan dan Menarik
Konflik adalah jiwa dari cerita. Tanpa konflik, cerita anak akan terasa datar. Dalam cerita anak, konflik tidak harus berat, tetapi harus cukup menarik untuk membuat anak penasaran dengan akhir kisahnya.
Contoh konflik khas anak-anak yang bisa diangkat:
- Seorang anak yang harus memilih antara membantu temannya atau mengikuti aturan ketat dari orang tua.
- Kesalahpahaman antara dua sahabat karena perbedaan bahasa, yang akhirnya bisa diselesaikan dengan kreativitas.
- Keinginan seorang anak untuk mengikuti festival budaya, tetapi ia malu karena tidak bisa berbicara bahasa daerah dengan lancar.
Pastikan konflik yang Anda pilih bisa diselesaikan dengan cara yang logis dan tetap sesuai dengan dunia anak-anak.
3. Menyisipkan Elemen Lokal yang Kuat
Agar cerita terasa autentik dan menarik bagi juri sayembara, elemen lokal harus menjadi bagian utama dari cerita, bukan sekadar tempelan.
Beberapa cara untuk menyisipkan elemen lokal:
- Nama tokoh dan latar – Gunakan nama yang khas dari daerah yang Anda angkat. Misalnya, jika cerita berlatar Minangkabau, nama tokohnya bisa “Rani” atau “Uda”.
- Budaya dan kebiasaan – Jika cerita berlatar suku Dayak, bisa dimasukkan tradisi ngugi (gotong royong dalam bertani).
- Makanan khas – Alih-alih menyebut “nasi goreng”, sebutlah “sinole” jika ceritanya berlatar Sulawesi Tenggara.
- Bahasa dan ekspresi khas – Gunakan ungkapan dalam bahasa daerah untuk memperkaya dialog. Misalnya, dalam bahasa Jawa, seorang nenek bisa berkata, “Ojo lali, le, kudu ngormati wong tuo.” (Jangan lupa, Nak, harus menghormati orang tua.)
Dengan elemen lokal yang kuat, cerita akan lebih hidup dan memiliki identitas yang khas.

4. Membuat Terjemahan yang Alami, Bukan Kaku
Salah satu tantangan dalam menulis cerita anak dwibahasa adalah menerjemahkan teks dengan baik. Terjemahan harus terasa alami dan tidak kaku.
Tips menerjemahkan dengan baik:
- Jangan menerjemahkan kata per kata, tetapi sesuaikan dengan gaya bahasa yang alami dalam bahasa kedua.
- Jika ada ungkapan khas yang sulit diterjemahkan, bisa diberikan penjelasan singkat dalam narasi.
- Pastikan ritme cerita tetap mengalir lancar dalam kedua bahasa.
Sebagai contoh, jika dalam bahasa daerah ada peribahasa yang unik, jangan langsung menerjemahkannya secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Bugis ada ungkapan “Reso temmangngi, namalomo naletei pammase.” yang artinya “Kerja keras tidak akan mengkhianati hasil.” Jika sulit diterjemahkan secara langsung, bisa dicari padanan yang lebih pas dalam bahasa Indonesia.
5. Menyesuaikan Gaya Bahasa dengan Usia Anak
Cerita anak harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Hindari kalimat yang terlalu panjang atau struktur yang rumit.
Beberapa panduan untuk gaya bahasa:
- Gunakan kalimat pendek dan langsung – Anak-anak lebih mudah memahami kalimat yang sederhana.
- Gunakan dialog untuk menghidupkan cerita – Dialog membuat cerita lebih dinamis dan menarik.
- Jangan terlalu banyak deskripsi – Gunakan deskripsi secukupnya untuk membangun suasana, tetapi jangan bertele-tele.
Contoh:
❌ “Sore itu, angin bertiup perlahan, membawa aroma bunga melati dari halaman rumah nenek yang sudah lama tidak dikunjungi oleh cucunya.”
✔ “Angin sore membawa wangi melati dari rumah nenek. ‘Sudah lama aku tidak ke sini,’ pikir Dika.”
Versi kedua lebih singkat dan lebih cocok untuk anak-anak.
6. Menutup Cerita dengan Pesan yang Berkesan
Akhir cerita harus memberikan kepuasan bagi pembaca. Hindari akhir yang terlalu tiba-tiba atau menggantung tanpa alasan yang jelas.
Beberapa jenis akhir cerita yang bisa digunakan:
- Akhir bahagia (happy ending) – Cocok untuk cerita anak-anak yang ringan dan penuh harapan.
- Akhir terbuka (open ending) – Bisa digunakan jika ingin membiarkan anak berpikir sendiri tentang kelanjutan kisahnya.
- Akhir dengan kejutan (twist ending) – Jika ingin memberikan efek kejutan, pastikan tetap sesuai dengan logika cerita.
Misalnya, dalam cerita tentang anak yang malu berbicara bahasa daerah, bisa diakhiri dengan ia yang akhirnya percaya diri berbicara dalam bahasa ibunya di depan teman-temannya.

Siap Menulis Cerita yang Menang Sayembara?
Menulis cerita anak dwibahasa bukan hanya soal menerjemahkan teks, tetapi juga tentang menciptakan kisah yang hidup, memiliki konflik yang menarik, dan kaya akan unsur lokal. Dengan memperhatikan tema, gaya bahasa, dan elemen budaya, cerita Anda bisa menjadi lebih menonjol di mata juri.
Sudah punya ide cerita? Coba tulis dan baca ulang dengan sudut pandang anak-anak. Jika Anda ingin umpan balik lebih lanjut, silakan bagikan naskah Anda, dan mari kita bahas bersama agar semakin siap untuk sayembara! Anda juga dapat menggunakan e-book yang saya tulis untuk menjadi panduan. Silakan unduh e-book “Ngegas Bikin Novel Anak” ya.