oleh Anang YB
Novel yang keren itu bikin pembacanya susah menjauh dari buku itu sebelum sampai pada halaman terakhir. Kamu mungkin pernah ada di dalam situasi itu. Entah saat baca karya Tere Liye atau buku Harry Potter.
Kenapa novel-novel itu sedemikian laris dan memikat? Sudah pasti karena penulisnya jago, editornya jeli, penerbitnya berpengalaman mengemas pemasaran.
Tapi, tidak hanya itu. Ada hal-hal yang mungkin masih belum kamu ketahui. Ada elemen-elemen dan proses di belakang layar yang membuat novel itu begitu memikat. Itu yang mereka–penulis, editor, dan penerbit–lakukan dengan mati-matian.
“Kalau kamu sudah pernah menulis novel dan merasa karyamu masih jauh dari memikat. Atau, belum membuat kamu pede untuk mempublikasikan, coba cek beberapa catatan penting ini mengenai cara membuat novel ….”
Ringkasan Artikel
Toggle1. Novel bestseller itu butuh riset mendalam
Apakah kamu pikir semua setting lokasi di novel-novel itu pernah dijelajahi si penulis? Nggak selalu. Kota-kota seperti Manhattan, Paris, Tokyo, Bukittinggi, dll adalah tempat yang eksotis untuk ditulis. Namun, penulis yang serius seringkali memilih melakukan riset mendalam daripada harus datang ke sana.
Riset itu juga dilakukan untuk detail jalan cerita. Misalnya, kamu mau bikin tokoh dengan profesi seorang ahli kultur jaringan. Artinya, kamu mesti tahu dulu bahwa kultur jaringan adalah metode mengembangbiakkan makhluk hidup menggunakan potongan bagian dari si makhluk hidup itu.
Sekarang, bayangkan bila ilmu itu jatuh ke tangan orang jahat. Atau si ahli sakit hati–entah alasan apa yang dapat kamu karang–sehingga dia mencipta organisma memakai ilmu itu.
Atau, kamu mau bikin kisah seru yang setting lokasinya di dalam terowongan MRT Jakarta. Maka, lakukan riset dimana saja jalur MRT itu, nembus ke mal mana saja. Terhubung di bawah gedung bank apa, dst.
Keren kan? Data, pengetahuan, ditambah imajinasi membuat karangan seolah nyata banget. Nah, itu tahap dalam membuat novel yang tidak boleh kamu lewatkan.
2. Karakter tokoh harus betul-betul kuat termasuk detail fisik, masa lalu, pandangan hidup, kesukaan, bahkan dendam
Saya paling suka menggunakan foto close up saat membuat tokoh. Foto itu dapat saya peroleh dengan mudah di internet. Tentu, saya pilih sosok dengan umur, raut wajah, ras, dan jenis kelamin sesuai dengan bayangan awal saya.
Lantas, foto itu saya deskripsikan dengan sangat detail. Mulai dari rambut, alis, gerak bibir, mata, proporsi tubuh, dll. Ditambah dengan unsur lain seperti seberapa keriput kulitnya, cara dia menyatakan ya tanpa bersuara, cara marah, cara tertawa, dll.
Detailkan terus. Ambil setidaknya untuk tokoh utama dan tokoh pembantu. Lantas susun dalam tabel dengan menempelkan foto tokoh itu.
Setiap kali mengarang cerita novel itu, tatap foto itu dan imajinasikan bahwa setiap pemilik wajah itulah yang berinteraksi. Maka, kamu tidak akan kehilangan kontrol karakter.
Makin mendalam jika kamu juga sudah siapkan latar belakang kehidupan si tokoh. Itu penting untuk memperjelas alasan mengapa dia begini dan begitu.
3. Novel bestseller perlu cetak biru yang memastikan kisahnya tetap terkontrol
Memang, ada saja pengarang-pengarang ajaib yang mampu menulis tanpa kerangka. Tapi tidak semua orang punya sisi ajaib itu.
Buatlah kerangka tulisan atau cetak biru itu. Awali dengan sinopsis setengah halaman saja. Itu penting untuk menunjukkan sebab akibat dan kemana tujuan cerita akan bergerak.
Lantas pastikan awal cerita, pengenalan tokoh, masuk ke konflik pertama, konflik berikutnya, pendalaman setting tempat dan setting waktu, perjuangan si tokoh, kehadiran si antagonis, hingga ending-nya.
Cetak biru itu disusun secara ringkas. Boleh bab per bab meski nanti bisa berubah-ubah lagi. Kalau sudah bikin cetak biru, kamu bisa mengontrol kecepatan cerita. Bahkan kamu bisa melakukan riset dengan lebih terencana. Proses penyelesaiannya novel itu pun lebih jelas.
Itu cara membuat novel yang wajib kamu perhatikan.
4. Semakin cepat selesai semakin baik
Tempa besi selagi panas!
Novel yang kamu bentuk mestinya kamu tulis dengan kecepatan tinggi. Ini agar emosimu dan emosi si tokoh-tokoh sama bisa meledak seiring sejalan.
Besi yang sudah dingin susah dibentuk, kan? Demikian pula karangan novel. Kamu akan kehilangan mood, emosi sudah turun lagi. Si jahat jadi bingung mau jahat gimana lagi. Dan, si tokoh baik juga jadi kurang greget mengejar misinya.
Maka, penting untuk mengatur waktu dan deadline. Jangan dipikir semakin lama menulis semakin sempurna hasil karyamu. Yang benar adalah menepati setiap tahap penulisan. Mulai dari tahap riset, membuat draft, melakukan revisi, dan melakukan penyuntingan.
5. Harus ada kritikus, dia adalah pembaca pertama draft novelmu
Ungkapan jahat tapi ada benarnya adalah: draf pertama itu sampah!!
Nggak enak banget kata-kata itu tapi wajib kamu perhatikan. Seringkali pengarang terlalu asyik dan terkungkung oleh proses membuat novel. Dia terlewat beberapa hal yang baru ketahuan setelah orang lain membacanya.
Entah itu karena ada satu adegan yang berkepanjangan, speed bercerita yang tidak konsisten, twist cerita yang dipaksakan, atau ada tokoh yang tiba-tiba nongol di tengah tanpa jelas asal-usulnya, dll.
Karenanya, kamu wajib punya orang-orang (bagusnya lebih dari satu sih) yang selalu jadi pembaca pertama draf novelmu. Dia bukan penggemarmu agar tidak bisa menilai secara objektif. Dia punya kemampuan mengkritik, dia pembaca dan penyuka novel, dan dia pede untuk mengungkapkan masukannya. Kalau jelek ya bilang jeleknya dimana.
Kalau saya, pembaca pertama karangan-karangan saya ya istri saya 😀
Nah, mau praktik menulis novel sekarang? Mainkan!
*foto-foto dari pixabay.com