Kok saya mendadak pingin menekuni profesi travel writer freelance ya. Rasanya asyik ngerjain travel writer job. Bisa jalan-jalan dibayarin lagi.
Secara praktis sebetulnya saya sudah menjalani profesi layaknya seorang travel writer freelance Indonesia. bedanya, apa yang saya jalani sebelum ini masih berlabel “Geografer”. Pekerjaan seorang geografer mirip dengan pekerjaan travel writer freelance, yakni turun ke lokasi, merekam segala hal di tempat itu sesuai outline naskah dan lantas menuliskannya menjadi naskah sesuai spesifikasi yang dimaui.
Cara menjadi travel writer freelance tentu diawali dengan kecintaan pada dunia traveling. Enjoy berada di tempat asing, mampu berkomunikasi dengan masyarakat lokal–idealnya menguasai bahasa setempat atau bahasa Internasional–mampu melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh para turis. Suka petualangan kuliner, dan … sehat secara fisik.
Menjadi travel writer freelance membutuhkan perangkat pendukung untuk memperlancar tugasnya. Beruntung, saya cukup hobi jalan-jalan sehingga alat-alat itu ada dan siap dipakai.
Alat-alat travel writer adalah:
Kamera: meski bukan kelas termahal, saya memiliki kamera DSLR dengan lensa fix dan lensa sapujagat, lensa mirrorless yang ringan namun mumpuni, dan action kamera segede potongan bika ambon 😀
Tripod, monopod, tongsis: ketiganya siap dibawa. Monopod saya berfungsi sebagai tongsis juga. Sangat praktis untuk merekam video secara bergerak. Oh ya, saya juga punya mini tripod gorilla yang fleksibel diletakkan di atas batu, meja cafe, bahkan disangkutkan di dahan pohon atau teralis jendela. Enjoy banget untuk memotret.
Alat tulis: pulpen, block note sudah pasti menjadi alat penting seorang travel writer freelance.
Voice recorder: alat perekam ini terlanjur saya punya sebelum smart phone memiliki aplikasi perekam suara. Asyiknya, voice recorder mampu merekam suara lebih jernih dibandingkan aplikasi itu. Dan, baterainya awet banget.
Ransel: profesi travel writer freelance menuntut mobilitas yang tinggi. Ransel adalah pilihan terbaik dibandingkan kopor. Ransel saya berkapasitas 40 liter dan bagi seorang lelaki, ransel dengan volume sebesar ini sudah pas untuk memuat pakaian untuk seminggu.
Buku referensi: sebelum mendatangi lokasi, seorang travel writer freelance wajib memiliki mental map terhadap lokasi. Mental map lebih dari sekadar itinerari. Mental map sudah memuat bayangan sebaran objek-objek wisata, topografi, kemudahan aksesibilitas, kemungkinan moda transportasi, dan semua hal yang terkait dengan analisis spasial. Wah, ilmu geografer-nya terpakai juga ya jadi travel writer.
Nah, saya sendiri belum full time menjadi travel writer freelance. Tulisan-tulisan traveling saya belum saya rancang menjadi naskah buku. Meski begitu, sudah lumayan banyak penulis traveling yang memanfaatkan jasa mentoring saya untuk menuntaskan naskah. Dalam tempo sebulan, naskah mereka saya bantu dan pandu hingga selesai menjadi tulisan yang memikat dengan standar penerbit nasional.
Sudah pasti, saya akan launching buku traveling kelak. Tunggu saja ya.